Jahiliyyah dalam Islam: Pengertian dan Dalil

Friday, 28 November 2025 Oleh Admin
Jahiliyyah dalam Islam: Pengertian dan Dalil
Bagikan

Pengertian Jahiliyyah:
Jahiliyyah (جاهلية) dalam bahasa Arab berasal dari kata "جَهِلَ" (jahila) yang berarti "bodoh" atau "tidak tahu." Secara istilah, jahiliyyah merujuk pada keadaan atau periode zaman sebelum datangnya wahyu Islam, di mana masyarakat hidup dalam kebodohan, ketidaktahuan tentang hukum-hukum Allah, serta ketidakteraturan moral dan sosial. Periode jahiliyyah dikenal dengan sistem kepercayaan yang penuh dengan penyembahan berhala, kebiasaan buruk, dan banyak pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Setelah Islam datang, kata jahiliyyah tidak hanya merujuk pada zaman sebelum Islam, tetapi juga bisa merujuk pada sikap atau keadaan yang mengabaikan nilai-nilai Islam, meskipun zaman tersebut sudah berganti. Jahiliyyah dalam konteks ini mengacu pada kekafiran, kebodohan, dan penyimpangan dari ajaran yang benar.

Dalil tentang Jahiliyyah dalam Al-Qur'an:

1. Jahiliyyah sebagai Masa Sebelum Islam:

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Ahzab ayat 33:

قَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ وَأَقِمْنَ الصَّلاَةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya."
(QS. Al-Ahzab: 33)

Ayat ini mengingatkan wanita Muslimah untuk tidak meniru cara hidup orang-orang pada zaman jahiliyyah, yang dikenal dengan kebiasaan buruk seperti berpakaian terbuka dan berperilaku tidak terhormat.

2. Jahiliyyah sebagai Keadaan Tanpa Pengetahuan Agama:

Allah berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 256:

قَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَن يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىٰ لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Maka barang siapa yang kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 256)

Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum datangnya wahyu Islam, manusia hidup dalam kebingungan dan kebodohan (jahiliyyah) dalam hal agama. Namun, dengan datangnya Islam, Allah memberikan petunjuk yang jelas tentang kebenaran dan jalan yang benar.

3. Jahiliyyah sebagai Keadaan Moral dan Sosial yang Buruk:

Allah berfirman dalam surah At-Tawbah ayat 31:

قَالَ اللَّهُ تَعَالَىٰ:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهِ وَاحِدًا لَا إِلٰهِ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Mereka menjadikan pendeta-pendeta mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah dan (juga) Al-Masih putra Maryam, padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Tuhan yang Maha Esa, tiada Tuhan selain Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan."
(QS. At-Tawbah: 31)

Ayat ini menggambarkan kondisi jahiliyyah dalam agama-agama sebelumnya, di mana umatnya menyembah selain Allah, menjadikan tokoh-tokoh agama sebagai tuhan mereka, dan menyekutukan Allah, yang merupakan salah satu bentuk kebodohan dalam beragama.

Hadis tentang Jahiliyyah:


لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا فِيْ جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوْهُمْ قُلْنَا يَارَسُوْلَ اللَّهِ آلْيَهُوْدَ وَ النَّصَارى؟ قَال فَمَنْ؟! (متفق عليه)

“Sesungguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti,” maka para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, (maksudmu) orang-orang Yahudi dan Nasrani?” (Jawab Rasulullah): “Siapa lagi?!” (HR al-Bukhâri dan Muslim).

Jika kita melihat ke tengah masyarakat, tentu kita akan mendapatkan sebagian besar mereka sudah terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban umat-umat lain. Baik dengan sengaja menirunya dengan alasan model dan gaya, atau karena tidak tahu terhadap ajaran agama kita sendiri, tidak menyadari bahwa kebiasaan dan gaya tersebut merupakan perilaku umat jahiliyah dahulu.

Tentang budaya dan kebiasaan orang-orang jahiliyah ini, maka Allah telah menjelaskan dalam banyak ayat, dan begitu pula Rasulullah ﷺ dalam banyak hadits, agar umat ini terhindar dan tidak menyerupai kebiasaan mereka yang menyimpang dari kebenaran. Yaitu sebagaimana yang telah diturunkan Allah k kepada para nabi dan rasul- Nya. Baik yang berbentuk keyakinan, ibadah, akhlak maupun hukum kemasyarakatan.

كَانَ النَّاس يسألون رسول الله ﷺ عن الخيرِ وكُنْتُ أسألُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أن يدرِكَنِي

(صحيح البخاري برقم (٧٠٨٤) ، وصحيح مسلم برقم (١٨٤٧).

“Adalah para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang hal yang baik-baik saja, namun saya bertanya kepada beliau tentang hal yang jelek, karena saya takut akan terjerumus ke dalamnya. (HR al-Bukhâri dan Muslim).”

Sahabat Hudzaifah رضي الله عنه menggambarkan kepada kita, di antara faktor penyebab yang menjerumuskan seseorang ke dalam kejelekan adalah tidak mengetahui perihal kejelekan itu sendiri. Hal ini ditegaskan lagi oleh khalifah yang kedua, yaitu ‘Umar bin Khaththab رضي الله عنه dalam ungkapannya:

إِنَّمَا تَنْقُضُ عُرى الإسْلاَمِ عُرْوةً عُرْوَةً إِذَا نَشَــأَ فِي الإِسْلاَمِ مَنْ لَا يَعْرِفُ الجَاهِلِيَّةَ

(sesungguhnya putusnya tali Islam itu sedikit demi sedikit apabila tumbuh dalam Islam orang yang tidak mengenal jahiliyah),

karena bila seseorang yang tidak mengetahui kebatilan, ia tidak akan mengingkari kebatilan tersebut. Bila demikian halnya, tentu kebatilan itu hari demi hari akan semakin meluas, hingga kemudian diangap sebagai kebenaran. Pada akhirnya, bila ada yang mengingkari, maka ia akan dianggap mengingkari kebenaran. Sehingga terjadi penilaian yang amat keliru, yang batil dianggap benar, dan yang benar dianggap batil.

Dalam sabda yang lain beliau tegaskan:

عَنْ ابن عَبَّاسٍ أنَّ النَّبِيَّ ﷺ قال أَبْغَضُ النَّاسِ إلى اللهِ ثَلاَثَةٌ مُلْحِدٌ في الحرمِ ومُبْتَغٍ في الإسلامِ سُنَّةَ الجَاهِلِيَّةِ ومُطَّلِبُ دَمِ امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهريقَ دَمَهُ (رواه مسلم)

“Diriwayat dari sahabat Ibnu Abbas رضي الله عنه bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Manusia yang paling dimurkai Allah ada tiga; orang melakukan dosa di tanah haram, orang yang mencari kebiasaan jahiliyah dalam Islam dan orang yang mengincar darah seseorang tanpa hak untuk ia tumpahkan (membunuhnya)”. (HR Muslim)

Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Setiap orang yang ingin melakukan sesuatu dari sunnah jahiliyah, ia termasuk dalam hadits ini. Sunnah jahiliyah ialah segala kebiasaan (adat-budaya) yang mereka lakukan. Karena sunnah ialah adat, yaitu kebiasaan yang berulang agar bisa melingkupi semua orang. Yaitu hal-hal yang mereka anggap ibadah ataupun yang tidak mereka anggap ibadah … Barang siapa yang melakukan sesuatu dari adat-adat mereka, maka sesungguhnya ia telah menginginkan sunnah jahiliyah. Hadits ini umum mewajibkan diharamkannya mengikuti segala sesuatu dari kebiasaan-kebiasaan jahiliyah, dalam hal perayaan hari-hari besar, dan juga di luar perayaan hari-hari besar”.

Kesimpulan:

Jahiliyyah dalam Islam mengacu pada masa atau kondisi sebelum datangnya Islam yang penuh dengan kebodohan dalam hal agama, moral, dan sosial. Dalam konteks ini, jahiliyyah juga merujuk pada segala bentuk kebodohan dan penyimpangan dari ajaran yang benar, meskipun seseorang hidup di zaman setelah Islam. Islam mengajarkan agar umatnya menjauhi segala bentuk jahiliyyah dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah melalui wahyu-Nya. Oleh karena itu, setiap Muslim diharuskan untuk menjaga keimanan dan ketaqwaan dengan cara hidup yang sesuai dengan ajaran Islam, jauh dari kesesatan dan kebodohan zaman jahiliyyah.

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Ditulis oleh Dindin Ahmad Tohidin (Mubaligh PC Pemuda Persis Banjaran)
Disampaikan pada Halaqah 1 (Halaqah Pasca Ma'ruf) di PC Pemuda Persis Banjaran